yosh ini ada lagi satu karya ilmiah soalnya tadi ada yang nanyain dari sms yaudeh saya post lagi dah , dan semoga berguna bagi anda yoo keep support and leave a comment yo
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu faktor
yang menyebabkan rusaknya
lingkungan hidup yang
sampai saat ini masih tetap
menjadi “PR” besar
bagi bangsa Indonesia adalah
faktor pembuangan limbah sampah plastik. Kantong
plastik telah menjadi
sampah yang berbahaya
dan sulit dikelola.
Manusia memang dianugerahi Panca
Indera yang membantunya
mendeteksi berbagai hal yang
mengancam hidupnya. Namun di
dalam dunia modern
ini muncul berbagai
bentuk ancaman yang
tidak terdeteksi oleh panca
Indera kita, yaitu
berbagai jenis racun
yang dibuat oleh
manusia sendiri.
Lebih dari 75.000
bahan kimia sintetis
telah dihasilkan manusia
dalam beberapa puluh tahun terakhir. Banyak
darinya yang tidak
berwarna, berasa dan
berbau, namun potensial menimbulkan bahaya kesehatan.
Sebagian besar dampak
yang diakibatkannya memang berdampak jangka panjang, seperti
kanker, kerusakan saraf,
gangguan reproduksi dan
lain - lain.
Sifat racun sintetis
yang tidak berbau
dan berwarna, dan
dampak kesehatannya yang berjangka panjang,
membuatnya lepas dari
perhatian kita. Kita
lebih risau dengan
gangguan yang langsung
bisa dirasakan oleh
panca indera kita.
Hal ini terlebih
dalam kasus sampah,
di mana gangguan
bau yang menusuk
dan pemandangan
(keindahan/kebersihan)
sangat menarik perhatian
panca indera kita.
Begitu dominannya gangguan bau
dan pemandangan dari
sampah inilah yang
telah mengalihkan kita dari bahaya racun dari sampah, yang
lebih mengancam kelangsungan hidup kita dan anak cucu kita.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang diatas,
maka rumusan masalah
pada penelitian ini
adalah :
1. Apakah yang
di maksud dengan
sampah?
2. Apa saja
bagian – bagian
sampah?
3. Bagaimana dampak
sampah bagi kehidupan?
4. Bagaimana bahaya
sampah plastic bagi
kesehatan dan lingkungan?
5. Bagaimana cara
mengurangi sampah?
6. Apa yang
di maksud dengan
prinsip produksi bersih?
C. TUJUAN
PENELITIAN:
Untuk mengetahui bahaya
racun yang ditimbulkan
oleh sampah.
Saat ini sampah
telah banyak berubah.
Setengah abad yang lalu
masyarakat belum banyak mengenal plastik.
Mereka lebih banyak
menggunakan berbagai jenis
bahan organis.
Di masa 1980-an orang
masih menggunakan tas
belanja dan membungkus
daging dengan daun jati. Sedangkan
sekarang kita berhadapan
dengan sampah - sampah jenis
baru, khususnya berbagai jenis
plastik. Sifat plastik
dan bahan organis
sangat berbeda. Bahan organis mengandung bahan - bahan
alami yang bisa
diuraikan oleh alam
dengan berbagai cara,
bahkan hasil penguraiannya berguna
untuk berbagai aspek
kehidupan.
Sampah plastic dibuat
dari bahan sintetis,
umumnya menggunakan minyak
bumi sebagai bahan dasar,
ditambah bahan - bahan tambahan
yang umumnya merupakan
logam berat (kadnium,
timbal, nikel) atau
bahan beracun lainnya
seperti Chlor. Racun dari
plastik ini terlepas
pada saat terurai atau
terbakar.
Penguraian
plastic akan melepaskan
berbagai jenis logam
berat dan bahan
kimia lain yang dikandungnya. Bahan
kimia ini terlarut
dalam air atau
terikat di tanah,
dan kemudian masuk ke tubuh
kita melalui makanan
dan minuman.
Sedangkan
pembakaran plastic menghasilkan
salah satu bahan
paling berbahaya di
dunia, yaitu Dioksin. Dioksin
adalah salah satu
dari sedikit bahan
kimia yang telah
diteliti secara intensif dan
telah dipastikan menimbulkan
Kanker. Bahaya dioksin
sering disejajarkan dengan DDT,
yang sekarang telah dilarang
di seluruh dunia.
Selain dioksin, abu
hasil pembakaran juga
berisi berbagai logam berat
yang terkandung di
dalam plastik.
D. MANFA’AT PENELITIAN
Dengan adanya penelitian
ini diharapkan akan
memberikan manfa’at yaitu :
Dapat mengetahui sampah
yang ada di
Indonesia, bagian -
bagiannya, dampak yang ditimbulkannya, bahayanya
bagi kesehatan dan
lingkungan khususnya sampah
plasik, cara mengurangi dan
mengerti tentang prinsip
produksi bersih.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TEORI
1.
Pengertian Sampah
Gambar 2.1
Sampah adalah bahan
yang tidak mempunyai
nilai atau tidak
berharga untuk maksud biasa atau
utama dalam pembikinan
atau pemakaian barang
rusak atau bercacat
dalam pembikinan manufaktur atau
materi berkelebihan atau
ditolak atau buangan”. Sampah adalah
suatu bahan yang terbuang
atau dibuang dari
sumber hasil aktivitas
manusia maupun proses
alam yang belum memiliki nilai
ekonomis.” (Istilah Lingkungan untuk Manajemen,
Ecolink, 1996). Berangkat
dari pandangan tersebut sehingga
sampah dapat dirumuskan
sebagai bahan sisa
dari kehidupan sehari – hari masyarakat.
Sampah yang harus dikelola
tersebut meliputi sampah
yang dihasilkan dari:
1. Rumah tangga
2. kegiatan komersial:
pusat perdagangan, pasar,
pertokoan, hotel, restoran,
tempat hiburan.
3. fasilitas sosial:
rumah ibadah, asrama,
rumah tahanan/penjara, rumah
sakit, klinik, Puskesmas
4. fasilitas umum:
terminal, pelabuhan, bandara,
halte kendaraan umum,
taman, jalan,
5. Industri
6. hasil pembersihan
saluran terbuka umum,
seperti sungai, danau,
pantai.
Sampah padat pada
umumnya dapat di
bagi menjadi dua
bagian
Sampah Organik
Sampah organik (biasa
disebut sampah basah)
dan sampah anorganik
(sampah kering). Sampah Organik
terdiri dari bahan - bahan
penyusun tumbuhan dan
hewan yang diambil
dari alam atau dihasilkan
dari kegiatan pertanian,
perikanan atau yang
lain.
Sampah ini
dengan mudah diuraikan
dalam proses alami.
Sampah rumah tangga sebagian besar
merupakan bahan organik,
misalnya sampah dari dapur, sisa
tepung, sayuran dll.
Sampah Anorganik
Sampah Anorganik berasal
dari sumber daya
alam tak terbarui
seperti mineral dan minyak
bumi, atau dari
proses industri. Beberapa
dari bahan ini
tidak terdapat di
alam seperti plastik dan
aluminium. Sebagian zat
anorganik secara keseluruhan
tidak dapat diuraikan oleh alam,
sedang sebagian lainnya
hanya dapat diuraikan
dalam waktu yang
sangat lama. Sampah jenis
ini pada tingkat
rumah tangga, misalnya
berupa tas plastic
dan botol kaleng
Kertas, koran, dan
karton merupakan pengecualian.
Berdasarkan asalnya, kertas,
koran, dan karton termasuk
sampah organik. Tetapi
karena kertas, koran,
dan karton dapat
didaur ulang seperti sampah
anorganik lain (misalnya
gelas, kaleng, dan
plastik), maka dimasukkan ke dalam
kelompok sampah anorganik.
2. Dampak Sampah
bagi Manusia dan
lingkungan
Sudah kita sadari
bahwa pencemaran lingkungan
akibat perindustrian maupun
rumah tangga sangat merugikan
manusia, baik secara
langsung maupun tidak
langsung. Melalui kegiatan perindustrian
dan teknologi diharapkan
kualitas kehidupan dapat
lebih ditingkatkan. Namun seringkali
peningkatan teknologi juga
menyebabkan dampak negatif yang
tidak sedikit.
Dampak bagi kesehatan
Lokasi dan pengelolaan
sampah yang kurang
memadai (pembuangan sampah
yang tidak terkontrol) merupakan
tempat yang cocok
bagi beberapa organisme
dan menarik bagi
berbagai binatang seperti lalat
dan anjing yang
dapat menimbulkan penyakit.
Potensi bahaya kesehatan
yang dapat ditimbulkan
adalah sebagai berikut:
o Penyakit diare,
kolera, tifus menyebar
dengan cepat karena
virus yang berasal
dari sampah dengan pengelolaan
tidak tepat dapat
bercampur air minum.
Penyaki t demam berdarah (haemorhagic
fever) dapat juga
meningkat dengan cepat
di daerah yang
pengelolaan sampahnya kurang memadai.
o Penyakit jamur
dapat juga menyebar
(misalnya jamur kulit).
o Penyakit yang
dapat menyebar melalui
rantai makanan. Salah
satu contohnya adalah suatu penyakit yang
dijangkitkan oleh cacing
pita (taenia).
Cacing ini sebelumnya
masuk ke dalam pencernakan
binatang ternak melalui
makanannya yang berupa sisa
makanan/sampah.
o Sampah beracun:
Telah dilaporkan bahwa
di Jepang kira - kira
40.000 orang meninggal akibat mengkonsumsi
ikan yang telah
terkontaminasi oleh raksa
(Hg). Raksa ini
berasal dari sampah yang
dibuang ke laut
oleh pabrik yang
memproduksi baterai dan
akumulator.
Dampak Terhadap Lingkungan
Cairan rembesan sampah
yang masuk ke
dalam drainase atau
sungai akan mencemari air. Berbagai organisme
termasuk ikan dapat
mati sehingga beberapa
spesies akan lenyap, hal
ini mengakibatkan berubahnya
ekosistem perairan biologis.
Penguraian sampah yang dibuang
ke dalam air
akan menghasilkan asam
organic dan gas - cair
organik, seperti metana. Selain berbau
kurang sedap, gas
ini dalam konsentrasi
tinggi dapat meledak.
Dampak terhadap keadaan social dan
ekonomi
o Pengelolaan sampah
yang kurang baik
akan membentuk lingkungan
yang kurang menyenangkan bagi
masyarakat: bau yang
tidak sedap dan
pemandangan yang buruk karena
sampah bertebaran dimana - mana.
o Memberikan dampak
negatif terhadap kepariwisataan.
o Pengelolaan sampah
yang tidak memadai
menyebabkan rendahnya tingkat
kesehatan masyarakat. Hal penting
di sini adalah
meningkatnya pembiayaan secara
langsung (untuk mengobati orang
sakit) dan pembiayaan
secara tidak langsung
(tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas).
o Pembuangan sampah
padat ke badan
air dapat menyebabkan
banjir dan akan
memberikan dampak bagi fasilitas
pelayanan umum seperti
jalan, jembatan, drainase,
dan lain - lain.
o Infrastruktur lain
dapat juga dipengaruhi
oleh pengelolaan sampah
yang tidak memadai, seperti tingginya
biaya yang diperlukan
untuk pengolahan air.
Jika sarana penampungan sampah kurang
atau tidak efisien,
orang akan cenderung
membuang sampahnya di
jalan. Hal ini mengakibatkan
jalan perlu lebih
sering dibersihkan dan
diperbaiki.
3. Bahaya Sampah
Plastik bagi Kesehatan
dan Lingkungan
NETIZEN Salah satu
faktor yang menyebabkan
rusaknya lingkungan hidup
yang sampai saat ini
masih tetap menjadi
“PR” besar bagi
bangsa Indonesia adalah
faktor pembuangan limbah sampah
plastik. Kantong plastic
telah menjadi sampah
yang berbahaya dan
sulit dikelola.
Diperlukan waktu puluhan
bahkan ratusan tahun
untuk membuat sampah
bekas kantong plastic itu
benar - benar terurai. Namun
yang menjadi persoalan
adalah dampak negatif sampah plastic ternyata
sebesar fungsinya juga.
Dibutuhkan waktu 1000
tahun agar plastik
dapat terurai oleh tanah
secara terdekomposisi atau
terurai dengan sempurna.
Ini adalah sebuah waktu
yang sangat lama. Saat
terurai, partikel - partikel plastik
akan mencemari tanah
dan air tanah.
Jika dibakar, sampah
plastic akan menghasilkan
asap beracun yang
berbahaya bagi kesehatan yaitu
jika proses pembakaranya
tidak sempurna, plastik
akan mengurai di
udara sebagai dioksin. Senyawa
ini sangat berbahaya
bila terhirup manusia.
Dampaknya antara lain memicu penyakit
kanker, hepatitis, pembengkakan
hati, gangguan system
saraf dan memicu depresi. Kantong
plastic juga penyebab
banjir, karena menyumbat
saluran - saluran air, tanggul. Sehingga mengakibatkan
banjir bahkan yang
terparah merusak turbin waduk.
Diperkirakan 500 juta
hingga satu miliar
kantong plastik digunakan
di dunia tiap tahunnya. Jika sampah – sampah ini
dibentangkan maka, dapat
membukus permukaan bumi
setidaknya hingga 10 kali
lipat! Coba anda
bayangkan begitu fantastisnya
sampah plastik yang sudah terlampau menggunung
di bumi kita
ini. Dan tahukah
anda ? Setiap tahun,
sekitar 500 milyar
– 1 triliyun kantong
plastic digunakan di
seluruh dunia. Diperkirakan setiap orang
menghabiskan 170 kantong plastic
setiap tahunnya (coba
kalikan dengan jumlah
penduduk kotamu!) Lebih
dari 17 milyar kantong
plastik dibagikan secara
gratis oleh supermarket
di seluruh dunia
setiap tahunnya. Kantong plastic
mulai marak digunakan
sejak masuknya supermarket
di kota - kota besar.
Sejak proses produksi
hingga tahap pembuangan,
sampah plastic mengemisikan
gas rumah kaca ke atmosfer.
Kegiatan produksi plastic
membutuhkan sekitar 12
juta barel minyak dan
14 juta pohon
setiap tahunnya. Proses
produksinya sangat tidak
hemat energi. Pada tahap pembuangan di
lahan penimbunan sampah
(TPA), sampah plastik
mengeluarkan gas rumah kaca.
4. Usaha Pengendalian
Sampah
Untuk menangani permasalahan
sampah secara menyeluruh
perlu dilakukan alternatif pengolahan yang
benar. Teknologi landfill
yang diharapkan dapat
menyelesaikan masalah
lingkungan akibat sampah,
justru memberikan permasalahan
lingkungan yang baru. Kerusakan tanah, air
tanah, dan air permukaan
sekitar akibat air
lindi, sudah mencapai
tahap yang membahayakan kesehatan
masyarakat, khususnya dari
segi sanitasi lingkungan.
Gambaran yang paling
mendasar dari penerapan
teknologi lahan urug
saniter (sanitary landfill) adalah
kebutuhan lahan dalam
jumlah yang cukup
luas untuk tiap
satuan volume sampah yang akan
diolah. Teknologi ini
memang direncanakan untuk
suatu kota yang memiliki
lahan dalam jumlah yang
luas dan murah.
Pada
kenyataannya lahan di
berbagai kota besar
di Indonesia dapat
dikatakan sangat terbatas dan
dengan harga yang
tinggi pula. Dalam hal
ini, penerapan lahan
urug saniter sangatlah tidak
sesuai.
Berdasarkan
pertimbangan di atas,
dapat diperkirakan bahwa
teknologi yang paling
tepat untuk pemecahan masalah
di atas, adalah
teknologi pemusnahan sampah
yang hemat dalam penggunaan lahan.
Konsep utama dalam
pemusnahan sampah selaku
buangan padat adalah reduksi volume
secara maksimum. Salah
satu teknologi yang
dapat menjawab tantangan tersebut adalah
teknologi pembakaran yang
terkontrol atau insinerasi,
dengan menggunakan insinerator.
Teknologi insinerasi membutuhkan
luas lahan yang
lebih hemat, dan
disertai dengan reduksi volume
residu yang tersisa
( fly ash dan
bottom ash ) dibandingkan dengan volume
sampah semula. Ternyata
pelaksanaan teknologi ini
justru lebih banyak memberikan dampak negative
terhadap lingkungan berupa
pencemaran udara. Produk pembakaran
yang terbentuk berupa gas
buang COx, NOx,
SOx, partikulat, dioksin,
furan, dan logam
berat yang dilepaskan ke
atmosfer harus dipertimbangkan. Selain itu proses insinerator
menghasilakan Dioxin yang dapat
menimbulkan gangguan
kesehatan, misalnya kanker,
system kekebalan, reproduksi,
dan masalah pertumbuhan.
Global Anti -
Incenatot Alliance (GAIA)
juga menyebutkan bahwa
incinerator juga merupakan sumber
utama pencemaran Merkuri.
Merkuri merupakan racun
saraf yang sangat kuat,
yang mengganggu sistem
motorik, sistem panca
indera dan kerja
sistem kesadaran.
Belajar dari kegagalan
program pengolahan sampah
di atas, maka
paradigma penanganan sampah
sebagai suatu produk
yang tidak lagi
bermanfaat dan cenderung
untuk dibuang begitu saja
harus diubah. Produksi
Bersih (Clean Production)
merupakan salah satu pendekatan untuk
merancang ulang industri
yang bertujuan untuk
mencari cara - cara pengurangan produk - produk samping
yang berbahaya, mengurangi
polusi secara keseluruhan, dan
menciptakan produk-produk dan limbah-limbahnya yang aman dalam kerangka siklus
ekologis.
5. Prinsip -
prinsip Produksi Bersih
Prinsip - prinsip
yang juga bisa
diterapkan dalam keseharian,
misalnya, dengan menerapkan Prinsip
4R, yaitu:
Reduce
(Mengurangi); sebisa mungkin
lakukan minimalisasi barang
atau material yang kita pergunakan.
Semakin banyak kita
menggunakan material, semakin
banyak sampah yang dihasilkan.
Re-use (Memakai kembali);
sebisa mungkin pilihlah
barang - barang yang bisa dipakai kembali. Hindari
pemakaian barang - barang yang
disposable (sekali pakai,
buang). Hal ini dapat
memperpanjang waktu pemakaian
barang sebelum ia
menjadi sampah.
Recycle (Mendaur ulang);
sebisa mungkin, barang - barang yang
sudah tidak berguna lagi, bisa
didaur ulang.
Tidak semua barang
bisa didaur ulang,
namun saat ini
sudah banyak industri
non - formal dan industri rumah
tangga yang memanfaatkan
sampah menjadi barang lain.
Teknologi daur ulang, khususnya
bagi sampah plastik,
sampah kaca, dan
sampah logam, merupakan
suatu jawaban atas upaya
memaksimalkan material setelah menjadi sampah,
untuk dikembalikan lagi dalam
siklus daur ulang
material tersebut.
Replace (
Mengganti); teliti barang
yang kita pakai
sehari - hari. Gantilah barang barang yang hanya
bisa dipakai sekali
dengan barang yang
lebih tahan lama.
Juga telitilah agar
kita hanya memakai barang – barang yang
lebih ramah lingkungan,
Misalnya, ganti kantong
keresek kita dengan keranjang
bila berbelanja, dan
jangan pergunakan Styrofoam karena
kedua bahan ini tidak
bisa didegradasi secara
alami.
Selain itu, untuk
menunjang pembangunan yang
berkelanjutan ( sustainable development ), saat ini
mulai dikembangkan penggunaan
pupuk organic yang
diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk
kimia yang harganya
kian melambung. Penggunaan
kompos telah terbukti mampu mempertahankan kualitas
unsure hara tanah,
meningkatkan waktu retensi air
dalam tanah, serta mampu
memelihara mikroorganisme alami
tanah yang ikut
berperan dalam proses adsorpsi humus
oleh tanaman.
Penggunaan
kompos sebagai produk
pengolahan sampah organik
juga harus diikuti dengan kebijakan dan
strategi yang mendukung.
Pemberian insentif bagi
para petani yang hendak mengaplikasikan pertanian
organic dengan menggunakan
pupuk kompos, akan mendorong petani lainnya
untuk menjalankan system
pertanian organik. Kelangkaan
dan makin membubungnya harga pupuk kimia
saat ini, seharusnya
dapat dimanfaatkan oleh
pemerintah untuk
mengembangkan system pertanian
organik.
6. Peran Pemerintah
dalam Menangani Sampah
Dari
perkembangan kehidupan masyarakat
dapat disimpulkan bahwa
penanganan masalah sampah
tidak dapat semata - mata
ditangani oleh Pemerintah
Daerah (Pemerintah
Kabupaten/Kota). Pada tingkat
perkembangan kehidupan masyarakat
dewasa ini memerlukan pergeseran ke
pendekatan sumber dan
perubahan paradigma yang
pada gilirannya memerlukan
adanya campur tangan
dari Pemerintah. Pengelolaan sampah
meliputi kegiatan pengurangan, pemilahan, pengumpulan,
pemanfaatan, pengangkutan, pengolahan.
Berangkat dari pengertian pengelolaan sampah dapat
disimpulkan adanya dua
aspek, yaitu penetapan
kebijakan (beleid, policy) pengelolaan
sampah, dan pelaksanaan
pengelolaan sampah.Kebijakan pengelolaan sampah harus
dilakukan oleh Pemerintah
Pusat karena mempunyai cakupan nasional.
Kebijakan pengelolaan sampah ini
meliputi :
Penetapan
instrumen kebijakan:
instrumen regulasi: penetapan
aturan kebijakan
(beleidregels), undang - undang dan
hukum yang jelas tentang
sampah dan perusakan lingkungan instrumen
ekonomik: penetapan instrumen
ekonomi untuk mengurangi
beban penanganan akhir sampah
(system insentif dan disinsentif)
dan pemberlakuan pajak bagi perusahaan yang
menghasilkan sampah, serta
melakukan uji dampak lingkungan.
Mendorong
pengembangan upaya mengurangi
(reduce), memakai kembali
(re - use), dan mendaur – ulang
(recycling) sampah, dan
mengganti (replace),
Pengembangan produk dan kemasan
ramah lingkungan,
Pengembangan teknologi, standar dan
prosedur penanganan sampah:
Penetapan kriteria dan
standar minimal penentuan lokasi penanganan akhir sampah, penetapan lokasi
pengolahan akhir sampah,
luas minimal lahan
untuk lokasi pengolahan
akhir sampah, penetapan lahan
penyangga.
7. Kompos, Alternatif
Problem Sampah
Sampah terdiri dari
dua bagian, yaitu
bagian organic dan
anorganik. Rata - rata persentase
bahan organik sampah
mencapai ±80%, sehingga
pengomposan merupakan alternatif
penanganan yang sesuai.
Pengomposan dapat mengendalikan
bahaya pencemaran yang
mungkin terjadi dan
menghasilkan keuntungan.
Teknologi pengomposan sampah
sangat beragam, baik secara
aerobic maupun anaerobik,
dengan atau tanpa
bahan tambahan.
Pengomposan
merupakan penguraian dan
pemantapan bahan – bahan organik
secara biologis dalam temperature
thermophilic (suhu tinggi)
dengan hasil akhir
berupa bahan yang cukup bagus
untuk diaplikasikan ke
tanah. Pengomposan dapat
dilakukan secara bersih
dan tanpa menghasilkan kegaduhan
di dalam maupun
di luar ruangan.
Teknologi
pengomposan sampah sangat
beragam, baik secara
aerobik maupun anaerobik,
dengan atau tanpa
bahan tambahan. Bahan
tambahan yang biasa
digunakan Activator Kompos seperti
Green Phoskko Organic
Decomposer dan SUPERFARM
(Effective Microorganism) atau menggunakan
cacing guna mendapatkan
kompos (vermicompost).
Keunggulan dari proses
pengomposan antara lain
teknologinya yang sederhana,
biaya penanganan yang relatif
rendah, serta dapat
menangani sampah dalam
jumlah yang banyak (tergantung luasan
lahan).
Pengomposan
secara aerobik paling
banyak digunakan, karena
mudah dan murah
untuk dilakukan, serta tidak
membutuhkan control proses
yang terlalu sulit.
Dekomposisi bahan dilakukan oleh
mikroorganisme di dalam
bahan itu sendiri
dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara
anaerobic memanfaatkan mikroorganisme yang
tidak membutuhkan udara
dalam mendegradasi bahan
organik.
Hasil akhir dari
pengomposan ini merupakan
bahan yang sangat
dibutuhkan untuk kepentingan tanah - tanah
pertanian di Indonesia,
sebagai upaya ntuk
memperbaiki sifat kimia,
fisika dan biologi
tanah, sehingga produksi tanaman
menjadi lebih tinggi.
Kompos yang dihasilkan dari pengomposan
sampah dapat digunakan
untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali
tanah pertanian, menggemburkan
kembali tanah pertamanan, sebagai bahan
penutup sampah di
TPA, eklamasi pantai
pasca penambangan, dan sebagai
media tanaman, serta mengurangi
penggunaan pupuk kimia. Bahan
baku pengomposan adalah
semua material organik yang
mengandung karbon dan nitrogen,
seperti kotoran hewan,
sampah hijauan, sampah kota,
lumpur cair dan
limbah industri pertanian.
BAB III
METEDOLOGI PENELITIAN
Sampah merupakan material
sisa yang tidak
diinginkan setelah berakhirnya
suatu proses. Sampah merupakan
konsep buatan manusia,
dalam proses - proses alam
tidak ada sampah,
yang ada hanya produk - produk yang
tak bergerak.
Sampah dapat berada
pada setiap fase
materi: padat, cair,
atau gas. Ketika
dilepaskan dalam dua fase yang
disebutkan terakhir, terutama
gas, sampah dapat
dikatakan sebagai emisi.
Emisi biasa dikaitkan dengan
polusi.
Dalam kehidupan manusia,
sampah dalam jumlah
besar datang dari
aktivitas industri (dikenal juga dengan
sebutan limbah), misalnya
pertambangan, manufaktur, dan konsumsi.
Hampir semua produk industry akan
menjadi sampah pada
suatu waktu, dengan
jumlah sampah yang kira - kira
mirip dengan jumlah konsumsi.
Upaya yang dilakukan
pemerintah dalam usaha
mengatasi masalah sampah
yang saat ini mendapatkan
tanggapan pro dan kontra
dari masyarakat adalah
pemberian pajak lingkungan yang dikenakan
pada setiap produk
industry yang akhirnya
akan menjadi sampah.
Industri yang menghasilkan produk dengan
kemasan, tentu akan
memberikan sampah berupa
kemasan setelah dikonsumsi oleh konsumen. Industri
diwajibkan membayar biaya
pengolahan sampah untuk
setiap produk yang
dihasilkan, untuk penanganan
sampah dari produk
tersebut. Dana yang
terhimpun harus dibayarkan pada
pemerintah selaku pengelola
IPS untuk mengolah
sampah kemasan yang dihasilkan. Pajak lingkungan
ini dikenal sebagai
Polluters Pay Principle.
Solusi yang diterapkan dalam
hal sistem penanganan sampah
sangat memerlukan dukungan
dan komitmen pemerintah. Tanpa
kedua hal tersebut, sistem
penanganan sampah tidak
akan lagi berkesinambungan.
Tetapi dalam pelaksanaannya banyak
terdapat benturan, di
satu sisi, pemerintah
memiliki keterbatasan pembiayaan
dalam sistem penanganan
sampah. Namun di
sisi lain, masyarakat
akan membayar biaya sosial
yang tinggi akibat
rendahnya kinerja sistem penanganan sampah.
Sebagai contoh, akibat tidak
tertanganinya sampah selama
beberapa hari di
Kota Bandung, tentu
dapat dihitung berapa besar
biaya pengelolaan lingkungan yang harus
dikeluarkan akibat pencemaran
udara ( akibat bau ) dan
air lindi, berapa
besar biaya pengobatan
masyarakat karena penyakit
bawaan sampah ( municipal solid
waste borne disease ), hingga
menurunnya tingkat produktifitas
masyarakat akibat gangguan bau sampah.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian tentang
sampah yang ada
di Indonesia serta
seluk beluknya dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Sampah adalah
suatu bahan yang
terbuang atau dibuang
dari sumber hasil
aktivitas manusia maupun proses alam
yang belum memiliki
nilai ekonomis.
2.
Pembakaran plastik menghasilkan
salah satu bahan
paling berbahaya di
dunia, yaitu Dioksin.
Selain dioksin, abu hasil
pembakaran juga berisi
berbagai logam berat yang
terkandung di dalam
plastik.
3. Sebagian zat
anorganik secara keseluruhan
tidak dapat diuraikan
oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya
dapat diuraikan dalam
waktu yang sangat
lama.
4. Penyakit diare,
kolera, tifus menyebar
dengan cepat karena
virus yang berasal
dari sampah dengan
pengelolaan tidak tepat
dapat bercampur air minum.
5. Cairan rembesan
sampah yang masuk
ke dalam drainase
atau sungai akan mencemari air.
Berbagai organisme termasuk ikan
dapat mati sehingga
beberapa spesies akan lenyap,
hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem
perairan biologis.
6.
Pembuangan sampah padat
ke badan air
dapat menyebabkan banjir
dan akan memberikan
dampak bagi fasilitas pelayanan
umum seperti jalan,
jembatan, drainase, dan
lain - lain.
7.
Dibutuhkan waktu 1000
tahun agar plastic
dapat terurai oleh
tanah secara terdekomposisi
atau terurai dengan sempurna.
8. Setiap tahun,
sekitar 500 milyar
– 1 triliyun
kantong plastic digunakan
di seluruh dunia. Diperkirakan setiap orang
menghabiskan 170 kantong
plastic setiap tahunnya
9. Produksi Bersih
(Clean Production) merupakan
salah satu pendekatan untuk
merancang ulang industri yang
bertujuan untuk mencari
cara - cara pengurangan produk -
produk samping yang
berbahaya, mengurangi polusi secara keseluruhan, dan menciptakan
produk-produk dan limbah-limbahnya yang aman dalam kerangka siklus ekologis.
10. Pengomposan merupakan
penguraian dan pemantapan
bahan – bahan organik secara biologis dalam temperature thermophilic
(suhu tinggi) dengan
hasil akhir berupa
bahan yang cukup bagus
untuk diaplikasikan ke tanah.
Pengomposan dapat dilakukan
secara bersih dan
tanpa menghasilkan kegaduhan di
dalam maupun di
luar ruangan.
B. Saran
1. Cara pengendalian
sampah yang paling
sederhana adalah dengan
menumbuhkan kesadaran dari dalam
diri untuk tidak
merusak lingkungan dengan
sampah. Selain itu
diperlukan juga control sosial
budaya masyarakat untuk
lebih menghargai lingkungan,
walaupun kadang harus dihadapkan
pada mitos tertentu.
Peraturan yang tegas
dari pemerintah juga
sangat diharapkan karena jika
tidak maka para
perusak lingkungan akan
terus merusak sumber daya.
2.
Keberadaan Undang -
Undang persampahan dirasa
sangat perlukan. Undang
- Undang ini akan
mengatur hak, kewajiban,
wewenang, fungsi dan
sanksi masing -
masing pihak. UU juga
akan mengatur soal
kelembagaan yang terlibat
dalam penanganan sampah.
Menurut dia, tidak mungkin
konsep pengelolaan sampah
berjalan baik di
lapangan jika secara infrastruktur tidak
didukung oleh departemen
- departemen yang
ada dalam pemerintahan.
3. Demikian pula
pengembangan sumber daya
manusia (SDM). Mengubah
budaya masyarakat soal sampah
bukan hal gampang.
Tanpa ada transformasi
pengetahuan, pemahaman,
kampanye yang kencang.
Ini tak bisa
dilakukan oleh pejabat
setingkat
4. Kepala Dinas
seperti terjadi sekarang.
Itu harus melibatkan
dinas pendidikan dan kebudayaan, departemen
agama, dan mungkin
Depkominfo.
5. Di beberapa
negara, seperti Filipina,
Kanada, Amerika Serikat,
dan Singapura yang mengalami persoalan serupa
dengan Indonesia, sedikitnya
14 departemen dilibatkan
di bawah koordinasi langsung
presiden atau perdana
menteri.
sekian dari gua yoo leave a comment
Follow Me On Twitter : @Ganba_yoga48
0 comment